Cerpen Damai - PART I

Sepi, sunyi. Aku pergi berjalan, yang terlihat adalah hanya bunga-bunga di taman. "Nina, banguun!!" Tiba-tiba suara. Tapi aku tidak tahu dari mana datangnya. Ketika menggeliatkan tubuh saya dan perlahan-lahan membuka mata Anda, aku tersadar bahwa bunga yang tenang taman dan tenang ini adalah hanya mimpi. Ternyata waktu singkat sudah menunjuk angka 7 dan panjang menunjuk ke angka 9 dan hari tepat tanda 8 tahun saya telah tinggal di Jakarta. "Hmm... Anda kesiangan lagi," ujarku. Kemudian aku bergegas naik dan pindah dari tempat tidur saya dan menuju ke kamar mandi secepat kilat. Beberapa menit kemudian saya juga terlihat rapi dan membangkitkan tas sekolah terhadap ayah dan ibu yang sedang makan makanan yang di depannya.


"Sarapan pertama Nin!" Kata ibu.
"Nina sudah terlambat Bu. Nina pergi dulu ya!" Ujarku sementara menjangkau mom dan dad.

Seperti biasa, pada hari Senin seluruh siswa mengenakan dasi abu-abu putih dan topi dilengkapi untuk mengikuti upacara. Tiba di sekolah, melihat saya teman kemajuan menuju ke lapangan. "Ros, Yan, menunggu untuk saya!" Ujarku sementara berjalan ke arah mereka. Sementara berjalan, semua dari sudden aku melihat dan merasa sesuatu yang menabrakku, saya berhenti. "Nina, datang dengan cepat! Kami sudah terlambat! "Kata Ros dan Yani. Itu tidak mengganggu saya dan terus langkahku terhadap Ros dan Yani. Setiap upacara kaki dengan kebijaksanaan. Seperti biasa, setelah upacara selesai tiga dari kita pergi ke kantin sekolah. Sementara di kantin di semua tubuh saya seperti semut menyerang dan pusing kepala tiba-tiba. Aku terdiam.

"Anda mengapa Nin? Wajah pucat sekali "kata Ros.
"Tidak apa-apa, aku hanya sedikit pusing." Ujarku. Up di kelas kami makan hawker terakhir yang dibeli.
"Orang Eehh, pagi ini aku berada di lobi, dilengkapi saya melihat Andi. Dia tersenyum kepada saya. Aduh-Aduh sumpah yang membuat saya menambahkan... "kata Yani.
"Aduh!" ujarku dan memotong cerita Yani. "Anda mengapa?" Kata Ros.
"Saya lidah kegigit, Maaf Yan. Mari kita lanjutkan cerita. "Ujarku.
"Mulut Anda berdarah Nin!" Yani mengatakan. "Tidak ada apa-apa benar-benar. Mari kita lanjutkan caritanya. "Ujarku.

Detik-detik anak-anak sekolah yang paling ditunggu ya hanya satu, Bell pulang dari sekolah. Tapi seperti biasa, kakiku terasa berat meninggalkan sekolah. Seperti seseorang yang memegang saya untuk kembali pulang. Tapi saya menegakkan untuk pulang. Seperti biasa, saya naik sepeda itu tidak berpedal dengan kecepatan 40 km/jam. Namun, ketika melewati sawah saya Turunkan kecepatan 20 km/h. Sambil menikmati pemandangan. Sambil menikmati pemandangan, ada dua orang yang ingin mendahului. Sepeda yang sudah di samping saya. Saya terkejut, karena orang yang memberikan itu membawa belati dan menunjukkan kepada saya. Saya tidak menyadari, tanpa perlawanan dari saya belati yang terjebak dalam perut. Aku terlalu capsizes dan akhirnya jatuh. Seragam berwarna putih langsung. Saya hanya bisa mengerang kesakitan ditinggalkan. Namun, saya tidak mampu menahan rasa sakit. Saya menutup mata. Bersambung... Akulturasi Islam Dalam Bidang Seni Bangunan Dan Arsitektur Bangunan Islam